"MAHAMERU" GUNUNG SEMERU, part 2


THE JOURNEY
‘MAHAMERU’ THE GREAT PEAK OF SEMERU INDONESIA
Part 2


Matahari makin meninggi menghangatkan tubuh dan suasana yang sempat membeku. Aktivitas di mulai dengan menyiap bahan dan perlengkapan untuk membuat sarapan pagi. Ternyata keindahan Ranu Kumbolo sangat mengganggu sekali. Terlalu asik menikmati keindahan itu di sertai dengan cerita-cerita entah itu ringan atau cerita berat tentang ke-’galauan’ hati mereka yang di sana hingga lupa diri dari sebuah kebutuhan wajib untuk memulihkan tenaga demi melanjutkan niat yang sama, puncak gunung semeru. 





Belum juga menyelesaikan masakan untuk sarapan, terdengar suara teriakan dari ujung sana yang ternyata seorang Ranger TNBTS sedang berkeliling untuk memberitahukan dan sekaligus mengajak para pendaki yang berada Di Ranu kumbolo untuk melakukan Upacara memperingati HUT Kemerdekaan RI yang ke-67. lebih dari 1 jam sempal duduk di depan kompor, ahirnya siap juga sarapan hari ini. Dalam lahap menikmati sarapan, terdengar lagi suara teriakan yang menandakan upacara segera akan di mulai. Rasa nasionalisme kami pun mengajak untuk berdiri dan bergabung dalam barisan sederhana. Walaupun dengan apa adanya, upacara berjalan cukup hikmat dan ternyata hal ini adalah alasan utama salah satu anggota tim agar dapat ijin dari lembaga yang dia ikuti. Cukup menarik alasan yang di berikan, kwkwkwwkkw.





Upacara selesai berlanjut dengan sesi foto-foto sebagai bukti otentik telah melakukan upacara bendera memperingati HUT RI ke-67 di gunung semeru. Dilanjut dengan persiapan untuk melakukan pergerakan ke Kali Mati, pos yang cukup potensial untuk bermalam kerena disitu terdapat sumber mata air yang di sebut ’Sumber Air mani’.  selain itu, jarak yang tidak terlalu jauh dari puncak gunung semeru yang sangat mendukung untuk melakukan ’Summit attack’. Persiapan tidak berjalan dengan lancar, ternyata beberapa rekan tidak mau melepaskan keindahan danau Ranu Kumbolo begitu saja, dan terus melanjutkan cerita kisah ’kegalauan’ hati mereka. 

Terjadi perbincangan dan diskusi apakah hari ini akan melanjutkan pergerakan atau tetap bermalam di sini dan kembali menikmati keagungan Tuhan yang di berikan di antara semak belukar dan bukit-bukit yang menjulang ini. Sembari berdiskusi, bergabung pula beberapa rekan pendaki lain yang telah turun dari Kali Mati, dari merekalah keterangan menjadi lebih gamblang dan memudahkan tim untuk mengambil keputusan.



”Wah... kagak boleh naek ke puncak, di cegat ma Rengger suruh turun” ungkap salah seorang pendaki berasal dari Ibu kota yang bergabung tadi dengan penuh rasa kekecewaan mereka bercerita tidak berhasil sampai puncak.
Al hasil diskusi,
”ngecamp disini lagi nyaman banget neh” celetuk salah seorang.
Mendengar celetukkan ini, Tania menampilkan raut wajah kekecewaannya, karena dia yang paling bermimpi untuk sampai di puncak Gunung Semeru, tapi tidak berlangsung lama, senyuman kembali muncul di wajahnya setelah pandangan matanya teralihkan menuju keindahan alam hasil karya Sang Pencipta yang Maha Agung, Ranu Kumbolo. Agnes hanya mampu tersenyum diam memperhatikan rekan-rekannya. Cewek yang bertubuh tinggi besar ini memang cukup cukup pendiam, tidak banyak ekspresi, menanggapi sesuatu hanya dengan senyuman yang mengandung banyak arti, entah siapa yang tau.

”gua mah oke-oke aja” teriak Dhika, seorang anggota yang berasal dari jakarta yang kebetulan bertemu dengan sempal ketika melakukan ’Pendakian Solo’ 2 tahun yang lalu di gunung Arjuno. Sedangkan Sempal dengan santai menanggapi keputusan tadi. Tentu saja, baru 2 pekan yang lalu, baru saja dia turun dari Puncak. Ngomple, dimana rencana awal akan melakukan pendakian bersama rekan-rekannya dari Madiun dengan trip yang lebih pendek dan ahirnya bergabuh ke dalam tim. Ini adalah ke tiga kalinya dia melakukan pendakian ke gunung semeru. 2 pendakian sebelumnya mengalami kegagalan untuk menuju ke puncak, pertama di tahun 2005 karena kendala cuaca dan perubahan arah angin, pendakian yang hanya kurang beberapa meter dari puncak harus balik kanan demi kesalamat dia dan tim. Di tahun 2006, pendakian kembali di lakukan bersama beberapa rekan berasal dari palembang. Palaxa, nama yang mereka gunakan untuk menyebut organisasi Sispala SMA Xaverius 1 palembang. Muti, Quina, Cecil yang ke semuanya adalah wanita dan Mas Eka sebagai guru pendamping mereka yang kembali ke palembang dengan kekecewaan karena tidak sampai puncak Gunung Semeru. Untuk pendakian yang ketiga kali ini, Ngomple berharap dapat menyelesaikan PR yang dia dapatkan pada 2 pendakian sebelumnya, yaitu sampai puncak. Tetapi karena hanya penumpang yang bergabung, dia pun ikut saja dengan keputusan yang di buat. :-D
Tak terasa matahari mulai kelelahan setelah seharian menyinari seluruh muka bumi, dan mulai menuju peristirahatannya untuk mempersiapkan tenaga agar di esok hari di mampu muncul dengan gagahnya di ujung Danau.
Hawa dingin mulai menyelimuti kawasan gunung semeru, ranu kumbolo dimana kami kembali bermalam tidak luput dari hawa yang mulai menusuk tulang. Salah satu dari kami dan terlihat beberapa pendaki lain segera bergerak ke arah pepeohonan di salah satu sisi danau untuk mencari kayu kering yang nantikan menjadi modal utama para pendaki yang ada untuk menikmati malam ini di depan api unggun.
Matahari belum tertidur lelap di ufuk barat sana, nampak seorang wisatawan mancanegara sedang menikmati keindahan Ranukumbolo. Di sela-sela kekaguman dengan keindahan di hadapannya, terbesit raut muka kebingungan. Entah apa yang sendang dia pikirkan waktu itu. Sesaat kemudian dia sudah berada di dekat kami. Budaya bangsa timur pun kami tunjukkan dengan menyapanya penuh keramahan dan senyuman yang memperkuat sifat itu.
”hai...” salah seorang menyapanya.
”hello...” jawabnya dengan membalas senyuman.  
Ngomple yang sedang asik bermain dengan kamera D90 milik Agnes yang sempat ragu apakah mau di bawa atau tidak mengingat ukuran yang cukup besar itu segera menghampiri sang Bulered. Dan langsung ikut menyapa.
”are you speak in english???” tanya sang bule yang ternyata wisatawan dari Itali.
“yes” jawab Ngomple.
“Owww... I glad hear that.” Sahut Giulia, nama sang bule dengan penuh gembira dan senyum lebar.







Pecahlah misteri raut wajah Julia yang kebingungan ketika pertama melihat dia. Sang bule naik ke Gunung Semeru dengan di dampingi oleh porter lokal di sepanjang perjalanan hanya diam membisu tanpa mampu berkata kata ataupun meluapkan ekpresinya. Pak Sunei, porter yang dia bawa tidak dapat berbahasa Inggris dan ketika sampai di Ranu Kumbolo dimana mereka akan berencana bermalam belum juga menemukan pendaki yang bisa berbahasa Inggris. Begitu gembiranya dia ketika bertemu kami. begitupun sebaliknya, kami cukup senang terlibat pembicaraan dengan wisatawan asing ini. Terlebih lagi Ngomple, begitu bahagianya dia dapat banyak berbicara dengan sang bule yang merasa punya media untuk lebih melatih bahasa inggris yang dia pahami mengingat beberapa kali Ngomple pergi ke Singapore dan Hongkong. Tetapi disana juga memiliki keterbatasan untuk berbahasa inggris.
Malam semakin gelap, kami mengundang sang bule dan porter ke depan perapian sekaligus makan malam bersama dan tentunya selama itu percakapan tidak berhenti. Malam semakin larut, Julia pamit untuk beristirahat ke dalam tendanya karena cukup lelah di perjalanan dan mempersiapkan tenaga untuk melanjutkan perjalanan di esok hari. Sedangkan kami melanjutkan duduk bersantai di depan api untuk beberapa saat kemudian menyusul masuk ke dalam 2 tenda yang kami siapkan untuk 5 orang. Sebelumnya kembali terjadi diskusi untuk rencana esok hari. ‘Jam 6 pagi mulai sarapan sekaligus persiapan melanjutkan perjalanan ke Kali Mati’.
”Yang bener aja? Bisa pa? Ga menugkin mereka akan melewatkan keindahan Ranu Kumbolo seperti tadi pagi untuk pergi dari situ.” pikirku dalam hati.
Malam ini terasa cukup dingin. kasihan Dhika yang hanya menempati satu tenda sendirian sedangkan 4 orang lain berada di 1 tenda yang lebih besar. Malam terasa panjang diisi oleh suara batuk Tania yang terserang batuk 4 hari sebelum keberangkatan dan batuknya makin menjadi ketika malam hari di tambah dengan hawa dingin yang makin menusuk tulang. Lelah tenggorokkannya menggeluarlkan batuk, ahirnya tertidur lelap di ikuti oleh 3 orang lainnya yang berada dalam 1 tenda.



TO BE CONTINUE

part 1          part 3        part 4

MAHAMERU, GUNUNG SEMERU, part 1


THE JOURNEY
‘MAHAMERU’ THE GREAT PEAK OF SEMERU INDONESIA

Tim Pendakian
Dari kiri ke kanan : Sempal, Tania, Agnes, Dika
Duduk Tengah: Ngomple, saya sendiri

 Perjalanan ini berawal dari hobi dan minat yang sama dalm mememnuhi hasrat dan kepuasan untuk berada di puncak sebuah Gunung. Walau lokasi keberadaan yang berbeda, bukan menjadi masalah untuk dapat berkumpul dan bersama sama melakukan sebuah perjalanan yang banyak orang menyebutnya “Naik Gunung”. Aktivitas yang melelahkan tetapi selalu membuat para pelakunya ingin melakukan hal yang sama dan tetunya di lokasi yang berbeda.



Sempal salah seorang anggota pecinta alam Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Mapasadha adalah sebutan bagi mereka. Dua pekan sebelumnya dia melakukan pendakian ke gunung semeru bersama rekan rekannya, dan pendakian ini juga sekaligus bertemu dengan Tim Jelajah Mapasadha 20112 yang sedang melakukan pendakian mulai 8 september 2012 ke 4 gunung sekaligus secara berturut-turut, mulai dari Gunung Argopuro, Gunung Arjuno, Gunung Welirang dan yang terahir adalah Gunung Semeru. Cerita pendakian yang di lakukan sempal sampai kepada beberapa teman yang ternyata mulai terbujuk untuk juga melakukan perjalanan yang sama ke Gunung Semeru. Jakarta, Solo dan Jogja, dari ke tiga kota itulah berkumpul 5 orang yang menjadi tim untuk melakukan pendakian Gunung Semeru dan salah satunya saya sendiri.

Jogja adalah kota yang tepat sebagai lokasi berkumpul para tim. Dan pastinya sekretariat Mapasadha yang di gunakan sebagai tempat malakukan berbaai persiapan dan koordinasi. 15 Agustus, adalah tanggal yang sangat tepat untuk memulai perjalanan dari jogja berharap dapt mengikuti Upacara Bendera memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan ’Republik Indonesia’ yang ke 67.

Pukul 19.00 WIB, semua tim siap melakukan perjalanan yang di mulai dari Jogja-Surabaya, di lanjutkan dari Surabaya-Malang, terus bergerak dari terminal Arjosari Malang-Tumpang. Hari sudah berganti dan tidak berhenti di situ, karena akan sia-sia belaka. Tim segera meluncur ke Ranupani yang merupakan desa terahir dan lokasi kantor milik TNBTS sebagai tempat mengurus ijin untuk melakukan pendakian.



Istirahat sejenak sembari mengurus ijin dan mengisi perut serta berbagai persiapan perjalanan pun dilakukan, ahirnya pada pukul 13 .00 tim segera bergerak meninggalkan pos perinjinan menuju jalur pendakian. 


Perjalanan yang sangat tidak biasa. Target hari ini hanya mencapai Ranu Kumbolo, yang merupakan tempat paling nyaman dan paling indah untuk membuka tenda dan bermalam. Dilokasi itu terdapat sebuah danau yang sangat indah. Ketika fajar, matahari terbit di salah satu sisi danau tepat di tengah-tengah antara 2 bukit yang ujung bawahnya menyatu, mejadikan keindahan Ranu Kumbolo semakin memuncak. ”there is fuck’in beautifull”. Perjalan menuju lokasi ini di tempuh hampir 8 jam perjalanan.

        ”HAAAAA.....??????”

      Jangan terkejut dengan lamanya waktu perjalanan ini, tim berjalan dengan amat santainya untuk dapat lebih menikmati perjalanan. Di setiap sisi jalur baik yang menanjak, datar atau di sebut juga landai, bahkan juga menurun, selalu di penuhi dengan canda gurau dan tertawa lepas dari setiap orang ynag tentunya ini dapat menguras cukup banyak tenaga. Ada saja bahan pembicaraan yang membuat tertawa. Dengan penuh tawa, kaki tetap melangkah dan sampai juga di pos pertama, tidak lupa tim menyempatkan diri untuk duduk santai dan pastinya di isi dengan perbincangan ringan yang membuat semua tim tertawa, dan begitu seterusnya yang terjadi pada pos pos pendakian berikutnya. 



Gelap pun tiba menyelimuti dedaunan dan pepohonan yang sebelum terlihat jelas nampak subur dan tumbuh bebas. Senter masing-masing segera di keluarkan untuk membantu mata menembus gelapnya malam dan menemukan jalur yang baik untuk di lewati. Semangat tim menjadi meningkat dan mulai berjalan cepat cepat ketika dari kejauhan terlihat beberapa cahaya bintang yang berada di bawah. Nafas memburu, langkah semakin cepat, tawa menjadi berkurang. Yang ada adalah keinginat untuk mencapai bintang  yang di lihat tadi. Sampai juga di lokasi di mana bintang-bintang itu berada yang sebenarnya adalah lampu penerangan dan api unggun para pendaki yang sudah terlebih dahulu sampai di salah satu sisi danau Ranu kumbolo. Lega rasanya hati dan segera bergegas mencari tempat yang enak dan nyaman untuk membuka tenda. Malam bejalan di isi dengan tawa dan sedikit koordinasi rencana pergerakan di esok hari yang sudah tanggal 17 Agustus. Yang pasti tidak mau melewatkan upacara bendera memperingati kemerdekaan RI yang ke 67 bersama para pendaki dan renger TNBTS yang berada di Ranu Kumbolo.


Malam pun berlalu. Ketika membuka pintu tenda, mata yang masih berusaha dibuka sembari menahan dingin ketika udara luar masuk ke dalam tenda,  dan rasa itu tiba-tiba sirna karena di suguhi pemandangan Ranu Kumbolo yang begitu menakjubkan. Nampak di sisi seberang danau Ranukumbolo, muncuk sebuah gumpalan mirip asap berwarna merah, disusul dengan lingkaran merah yang menyilaukan mata. Matahari terbit di ujung sana. Keindahan yang tak terkira berada di hadapan para pendaki.








TO BE CONTINUE

part 2         part 3         part 4