‘MAHAMERU’ GUNUNG SEMERU part 4


THE JOURNEY
‘MAHAMERU’ THE GREAT PEAK OF SEMERU INDONESIA
Part 4


Mana part 4 nyaaaa.........................???????????????????//////




part 1                          part 2                          part 3

‘MAHAMERU’ GUNUNG SEMERU part 3


THE JOURNEY
‘MAHAMERU’ THE GREAT PEAK OF SEMERU INDONESIA
Part 3

Pagi yang indah menyambut hari ini, dengan hawa dingin yang masih menusuk tulang dan keinginan untuk melanjutkan perjalanan menuju Kali Mati mendorong untuk segera keluar dari slepping bag dan membuka pintu tenda. Udara Ranukumbolo dan aroma danau segera masuk dan membuat otot tubuh yang masih dalam slepping bag menejang dan harus menggeliat demi sedikit membakar kalori dan menyeimbangkan panas tubuh.
”bangun.... bangun... bangunnn.............. !!!” teriak salah seorang yang masih megingat percakapan semalam dengan rencana pergerakan akan di mulai pukul 6 pagi.
Teriakan ini tidak berpengaruh banyak pada yang lain dan tetap mengeliat dalam kantung tidurnya masing masing dan masih tetap malas untuk mulai beraktivitas. Lagi-lagi keindahan Sun rise di seberang danau yang memaksa diri untuk bangun dan keluar tenda. Kembali mata ini di manjakan oleh pemandangan yang menakjubkan. Serasa ’Dejavu’ kejadian kemaren pagi kembali terulang. Dihadapi dengan keindahan yang memuncak di di dalam hutan yang jauh dari segala kebisingan dan keramaian manusia-manusi dengan segala aktivitasnya dan cara fikir mereka. Semua beban yang dimiliki ketika berada dalam masyarakat dan menjalankan kehidupan sehari hari serasa sirna tanpa mau beranjak dari tempat ini.









     Matahari makin meninggi, tapi hati serasa enggan beranjak dari hari ini hingga lupa akan tujuan utama perjalanan ini. Di sudut sana nampak beberapa rombongan pendaki sudah siap dengan carier di pundak dan berkumpul untuk menlanjutkan perjalanan mereka. Satu demi satu bergerak menapaki tanjakan Cinta. Konon cerita tanjakan pertama dari Ranu kumbolo memiliki arti yang cukup besar  bagi mereka yang sedang di landa asmara. Para pendaki yang mampu benjalan terus tanpa berhenti di tanjakan ini, menunjukkan keteguhan hati dan rasa cinta yang mendalam kepada sang pujaan hati, dan harapan serta doanya pun dapat terkabul. Itu sebabnya tanjakkan dimana ketika berbalik badan akan menyaksikan Ranukumbolo secara penuh menambah keindahannya ini di sebut Tanjakan Cinta.
Giulia terlihat berlari-lari kecil menghampiri kami. Dia pun siap melanjutkan perjalanannya menuju Kali Mati.

”See you over there” pamit Giulia
Dengan cepat di melunjur menuju tanjakan cinta. Kata-katanya pun memacu untuk bergegas menyelesaikan sarapan dan packing.
Sinar matahari hari itu semakin terasa di kulit ketika kami semua selesai packing. Ternyata hari sudah menunjukkan pukul 11 siang. Dengan semangat yang semakin tinggi untuk melanjutkan perjalanan ini. Tanjakan cinta, itulah awal dari perjalanan yang harus di lalui hari ini. Dengan berbagai cerita, mitos dan kepercayaan tentang tanjakan cinta, langkah demi langkah di lalaui hingga sampai ujung sana. Sudah menanti dua puhon besar yang siap menjadi naungan untuk berteduh dan membalikkan badan. Tempat istirahat yang istimewa. Dibawah pohon rindang, angin berhembus lembut, dan yang pasti pemandangan menakjubkan Ranu kumbolo semakin menunjukkan keAgung’an Tuhan dari atas sini. Cukup untuk terbuai dengan keindahan alam ini, perjalanan terus berlanjut.


Tepat pukul 12 kami pun sampai di ’Cemoro Kandang’ tempat istirahat yang baik dengan dimulainya kembali vegetasi cemara yang mulai kering karena musim kemarau setelah sebelumnya melewati ’Oro-oro Ombo’ berupa sabana yang cukup panjang. 3 lapangan bola kira-kira luasnya.
Disini suara protes mulai terdengan dari dalam perut, menuntut untuk diberi suplay karbohidrat. Snack siang di buka dengan 3 bungkus mie rebus.
”Segini aja, ga usah banyak-banyak. Cukup kog” celetuk salah seorang.
Beberapa menit kemudia mie matang dan segera di serbu. Dengan cepatnya misting tiba-tiba kosong.
“kog enak yaaaa. Lagi dong” merasa kurang puas dengan 3 bungkus tadi.
Walaupun sarapan tadi pagi sudah cukup siang, ternyata tanjakan cinta membuat enzim pencernaan bekerja dengan cepat dan memerintahkan saraf perut untuk mulai berpikiran makan. Dan ahirnya 3 bungkus moe instan berikutnya di buka menjadi snak siang ini.
Selama kami menikmati hidangan ini, banyak para pendaki lain berlalu-lalang, baik searah dengan kami menuju kali mati maupun yang turun dengan raut muka kekecewaan karena tidak berhasil sampai puncak Mahameru yang kami targetkan.
Cukup lama beristirahat dan berus mulai merasa nyaman walau hanya snak mie instan, tapi cukup untuk menemani perjalanan hari ini. Segera packing peralatan dan langsung melunjur menuju kali mati. Perjalanan yang serasa amat panjang diwarnai dengan canda tawa. Selain itu ada pula yang tetap mengikuti perjalanan kami hingga hari ini pun tetap setia menemani. ”DEBU” halus yang berterbangan dikala kaki menginjakkan tanah dan di angkat untuk melangkah lagi selalu ada di antara kami seakan begitu sayangnya mereka hingga tak dapat berada jauh dari kami. Musim kemarau ini memang cukup panjang membuat tanah-tanah padat Gunung Semeru berubah menjai butiran_butiran debu yang siap masuk ke dalam pernafasan para pendaki. Beruntung saja sempal sudah menyiapkan satu pack masker untuk menemani perjalanan ini. Walaupun menjadi sedikit sulit bernafas, tapi ini sangat membantu menjaga kondisi tubuh kami.




Hari semakin sore, langkah semakin cepat dengan maksud agar tiba di kali mati tidak terlalu sore sebab butuh waktu untuk membuka tenda dan mengambil air yang jaraknya hampir 200 meter dari tempat membuka tenda.
Hampir pukul 5 sore itu tiba di kali mati. Beberapa tenda nampak sudah berdiri di jauh sana. Langkah semakin memburu, sembari langsung membagi tugas. Aku dan Agnes membuka tenda, sedangakan Sempal, Dhika dan Tania segera menluncur sumber ‘air mani satu-satunya sumber mata air yang ada di sini. Sumber air yang tak pernah kering walau di musim kemarau panjang sekali pun, hanya saja memang air mengalir hanya kecil tetapi terus menerus. Itu sebabnya sumber mata air ini disebut ‘Air Mani’
Setengah jam berlalu, 2 tenda sudah berdiri, dan air sudah datang. Segerak bergerak kembali tuk mencari kayu bakar sebagai tambahan penghangat untuk melam ini.


Menu makan malam ‘Opor telur, bumbu pecal, mie goreng plus krupuk
 Angin bergerak cukup kencang malam ini, selesai makan malam segera berkoordnasi untuk rencana pergerakapian esok hari menuju puncak. Jam 2 pagi rencana yang di temukan, tetapi tetap melihat kondisi cuaca. Jika angin masih kencang seperti malam ini, dengan berbagai pertimbangan untuk menunda pendakian menuju puncak. Api semakin besar dan membara, selesai koordinasi rasannya malas sekali untuk duduk bersama di samping perapian. Padahal itu hal terindah ketika mendaki gunung atau sekedar kemping. Bercanda dan bercengkrama di depan perapian. Tapi apa mau di kata, angin semakin kencang, lebih baik berada dalam tenda dan segera masuk ke dalam SB. Tidur juga malam itu dengan angan-angan semoga angin mereda dan dapat bergerak ke puncak.
Jam 1.30 dini ahari aku terbangun, hawa dingin semakin terasa. Melihat sekeliling dalam tenda baru sadar hanya di isi ber 2 saja. Terang saja semakin dingin karena hari-hari sebelumnya tenda ini selalu di isi 3 atau 4 orang yang memang memiliki kapasitas  untuk 4 orang.
”Bangun.... Bangunn..... teriakku, jadi naek ga ?” teriakku sembari menahan dingin dan memaksa diri keluar dari dalam sb dan membuka pintu tenda untuk segera masak air panas.
”yaaaa........ ” teriakan terdengar dari tenda sebelah, entah siapa yang terbangun.
Beberapa waktu berlalu, air sudah mendidih dan minuman hangat segera di buat. Tetapi tidak ada tanda tanda dari tenda sebelah untuk memulai aktivitas. Cukup lama pintu tenda terbuka, hawa dingin masuk ke dalam tenda hingga memunculkan ide untuk membawa salah satu kompor ke dalam tenda. Kehangatan segera memenuhi se-isi tenda. Angnes yang dari tadi sudah mulai menggigil mulai menghentikan gerak tubuhnya menahan dingin. Cukup hangat ditemani dengan air gula panas. Sesaat kemudian tiba-tiba pintu tenda di buka. Sempal dan tania segera masuk karena tidak mau berlama-lama di luar dengan menahan hawa dingin di sertai angin yang menusuk.
Yaaa ampunnn.... bukan persiapan yang mereka lakukan, justru malah pindah tidur. Wahh jelas sekali, perjalanan untuk menuju puncak harus tertunda. Dan ahirnya semua kembali tertidur. Tetapi di sebelah sana, dhika bersiap siap dan memakai sepatunya segera keluar dari tenda. Merasakan hawa dingin yang di bawa angin kencang sejak tadi sore, diapun segera kembali masuk tenda dan melanjutkan mimpi yang sempat terhenti.

To be Continue part 4

part 1                   part 2                      part 4